âAmr bin Al-Jamuh
Bagian 2
Ia mengambilnya, memandikannya, dan mengembalikannya ke tempat semula. Setelah itu ia bersujud kepadanya seraya berkata : â Jika aku tahu orang yang melakukan perbuatan ini, maka aku akan membunuhnya.â
Pada malam ketiga, anak-anaknya mendatangi lagi berhala tersebut. Mereka mengikatnya dengan tali-tali pada bangkai anjing dan melemparkannya di sumur Bani Salamah yang menjadi tempat pembuangan kotoran dan sampah mereka. Untuk ketiga kalinya, âAmr bertanya kepada anak-anaknya : â Bagaimana keadaan kalian ?â
Mereka menjawab : â Baik, Allah telah meluaskan rumah kami dan mensucikannya dari kotoran.â
Selanjutnya, âAmr bin Al-Jamuh mendatangi berhalanya, namun dijumpai berhalanya tidak ada, lalu ia bertanya : â Dimanakah ia?â
Merka menjawab : â Ia berada disana. Lihatlah di dalam sumur itu.â
âAmr bin Al-Jamuh melihat berhalanya terlumuri kotoran lagi dan tidak mampu menolak gangguan terhadap dirinya, maka âAmr bin Al-Jamuh pun yakin bahwa berhalanya hanyalah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Ia menjadi tahu bahwa keimanan lebih baik daripada kekufuran.
Ia berkata kepada anak-anaknya : â Apakah kalian bersamaku ?â
Mereka menjawab :â Ya, engkau adalah tuan kami.â
âAmr berkata : â Sesungguhnya aku bersaksi di hadapan kalian bahwa aku beriman dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu âalaihi wassallam.â
Lalu ia membaca syair :
Segala puji bagi Allah Yang Maha tinggi dan memiliki karuniaSang Pemberi karunia dan rizqiDan Sang Pemilik agama iniDialah Yang menyelamatkankuSebelum aku berada dalam gelapnya kuburan< /em>Demi Allah jika kamu Tuhan, kamu tidak akan mungkin tergeletak bersama anjing di dalam sumur bertahun-tahun
Setelah berada di Madinanh, Nabi Muhammad Shallallahu âalaihi wasallam menngetahui âAmr sebagai orang yang terhormat dan punya pendapat yang baik. Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam bersabda : âWahai Bani Salamah, siapakah tuanmu ?â
Mereka menjawab : â Jadd bin Qais, tetapi kami melihatnya seorang yang kikir.â
Rasulullah Shallallahu âalai hi wasallam bersabda : âPenyakit apakah yang lebih buruk daripada kikir ? Tuanmu adalah orang yang putih, âAmr bin Al-Jamuh. Sesungguhnya sebaik-baik manusia dalam jahiliyah adalah sebaik-baik manusia dalam Islam.â Dengan demikian, âAmr bin Al-Jamuh radhiyallahu âanhu telah menjadi seorang tuan, baik sebelum maupun setelah masuk Islam.
âAmr bin Al-Jamuh adalah seorang yang pincang. Karena itu, ia tidak dapat hadir dalam perang Badar bersama Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam. Setelah pasukan Islam kembali dari perang, maka kisah-kisah kepa hlawanan menambah kerinduan yang meluap-luap dalam hati orang-orang Islam untuk berperang. Orang-orang yang tidak ikut perang Badar ingin menambal ketertinggalannya itu, maka perang Uhud adalah tempat mereka memperoleh ganti apa yang sebelumnya mereka terlewatkan.
Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam berseru kepada kaum muslimin : â Bangkitlah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.â
âAmr ingin keluar dalam perang Uhud, namun anak-anaknya melarang. Mereka berkata : â Allah memaafkanmu.â
âAmr datang kepada Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam dan berkata kepadanya : â Sesungguhnya anak-anakku menahanku agar aku tidak keluar berrsamamu dalam perang. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kepincanganku ini.â
Rasulullah Shallllahu âalaihi wasallam bersabda : â Adapun kamu, maka Allah telah memaafkan: tiada kewajiban jihad bagimu.â
Karena permintaan yang terus menerus dari âAmr, Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam pun bersabda kepada anak-anaknya : â Tidak ada alasan bagi kalian untuk menghalanginya, karena barangkali Allah akan mengaruniakannya mati syahid. Karenanya, tinggalkan ia.â
Sementara itu istrinya, Hindun binti âAmr bin Hizam, berkata : â Sungguh ia telah mengambil perisainya, kemudian berdoa kepada Allah : â Ya Allah,, janganlah Engkau kembalikan aku dalam keluargaku.â
Demikian âAmr bin Al-Jamuh berangkat bersama dengan saudara kandung istrinya, âAbdullah bin âAmr bin Haram. Ikut bersama mereka berdua Khallad bin âAmr bin Al-Jamuh.
Pada awal perang, medan perang dikuasai pasukan Islam karena mereka taat pada perintah RasulullahShallallahu âalaihi wasallam dan perintah pemimpin pasukan mereka, âAbdullah bin Jubair. Akan tetapi, para pemanah tidak menaati Rasulullah dan âAbddullah bin Jubair, sehingga pasukan Islam terdesak dan barisan Islam pun menjadi kacau tak terkendali.
Ketika itu âAmr bin Al-Jamuh berteriak : â Demi Allah, sungguh aku rindu kepada surga.â Ia bersama anaknya, Khallad, ikut menceburkan diri dalam peperangan yang hebat hingga keduanya mati syahid.
âAmr bin Al-Jamuh menginjak surga dengan kepincangannya seperti yang dia inginkan. Ia tidak kembali kepada keluarganya sebagaimana yang telah ia mohon dari Allah sebelumnya dan Allah pun kini mengabulkannya.
Setelah perang, Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam melihatnya mati syahid dan tergeletak disamping jasad âAbdullah bin âAmr bin Hizam. Rasulullah Shallallahu âalaihi wasallam bersabda : â Kuburlah ;Amr bin Al-Jamuh bersama âAbdullah bin âAmr, karena keduanya telah salimg mencintai dengan tulus di dunia.â
Suatu saat pada masa pemerintahan Muawiyah, ada banjir bandang yang merusak kubur âAmr bin Al-Jamuh dan âAbdullah bin âAmr, maka orang-orang membuat kubur lain agar keduanya ditempatkan disitu. Jabir bin âAbdillah bin âAmr bin Hizam datang untuk melihat kedua mayat itu. Ia melihatnya seolah âAmr bin Al-Jamuh dan âAbdullah bin âAmr baru meninggal kemarin. Jasadnya tidak berubah sama sekali. Salah satu diantara keduanya ketika meninggal dalam keadaan terluka, sehingga tangannya menutupi lukanya dan dikuburkan dalam keadaan yang seperti itu. Ketika tangan tersebut diangkat, tangan itu kembali lagi seperti semula menutupi luka di tubuh layaknya tangan orang yang masih hidup, padahal jarak antara perang Uhud dan waktu kejadian ini adalah empat puluh enam tahun.
Sesungguhnya kejadian di atas adalah fakta, bukan ilusi. Jasad orang-orang yang mati syahid tidak di makan tanah. Mereka hidup dan mendapatkan rizqi disisi Tuhanny a.
Sumber: Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thair, Irsyad Baitus Salam 2006
Artikel www.KisahMuslim.com